Energi GTumo inti Padma
Sistem energi berbasis Api dalam tubuh Teknik ini membantu membangkitkan Energi panas dalam tubuh yang berfungsi untuk penyembuhan, perlindungan, dan peningkatan kesadaran spiritual.

Saat meditasi mendengarkan Audio terdengar omm Apakah itu?


Barusan sy mengikuti meditasi.,tp sepertinya menganut ajaran Budha, Krn mengatakan "Omm... Omm... Omm... " 

Apakah ini tidak berpengaruh ?

Sy merasakan pula energi yang masuk di telapak tangan..

Bgmn menurut yai.. 🙏

Oom itu mantra universal, sbtulnya tdk terkait dg keyakinan agama tertentu

Itu suara alam, getaran energi

Betul sekali

 “Om” (kadang ditulis Aum) adalah mantra suci yang berasal dari bahasa Sanskerta. Ia dianggap sebagai simbol suara ilahi, atau vibrasi awal dari penciptaan. Dalam teks spiritual kuno, “Om” dijelaskan sebagai gabungan tiga bunyi:

A melambangkan awal atau penciptaan

U melambangkan kelangsungan atau pemeliharaan

M melambangkan pengakhiran atau transformasi

Jadi, “Om” bukan sekadar bunyi, tapi simbol dari siklus kehidupan—awal, pertengahan, dan akhir. Dalam konteks meditasi atau penyembuhan energi, ia digunakan untuk menyelaraskan tubuh, pikiran, dan jiwa dengan getaran alam semesta.

Namun, seperti yang tadi disampaikan, penggunaannya bersifat universal, bukan milik eksklusif satu agama. Kalau merasa lebih nyaman menggunakan dzikir atau lafadz lain yang Islami, itu sangat baik. Karena yang terpenting dalam meditasi adalah: niat, kesadaran, dan arah hati kita.

Dalam budaya nusantara, kita mengenal kata “Om Swastiastu”, yang sering dipakai dalam ucapan formal atau saat memulai kegiatan sakral. 

Om: getaran suci dari alam semesta, seperti yang tadi dijelaskan—melambangkan kesadaran ilahi atau awal dari doa.

Swasti: berasal dari kata su (baik) dan asti (ada) — artinya “semoga dalam keadaan baik” atau “keselamatan”.

Astu: berarti “terjadilah” atau “semoga terjadi”.

Jadi kalau digabung, "Om Swastiastu" bisa dimaknai sebagai:

“Semoga keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan datang dari Sang Hyang Widhi (Tuhan) menyertai kita.”

Mirip seperti “Assalamu’alaikum” dalam Islam, atau “Shalom” dalam Yahudi/Kristen, dan “Namaste” dalam tradisi India lainnya.

Semua punya benang merah: doa keselamatan dan kedamaian.

Jadi selama tidak dimaknai sebagai bentuk penyembahan tertentu, tetapi hanya dipahami sebagai salam penghormatan atau ekspresi kedamaian, biasanya nggak ada masalah. Tapi kalau masih ragu, bisa diganti dengan salam sesuai keyakinan masing-masing.

 Oo.. iya yai.. krna biasa Budha itu Omm Santi .. Santi Omm..

Di Taiwan pun juga Omm Santi..

 "Om Shanti Shanti Om" bisa dimaknai sebagai:

“Semoga kedamaian menyertai diri, sesama, dan alam semesta, dalam vibrasi kesadaran ilahi.”

Menyerap bhs yg baik dr berbagai tradisi itu bagus, gpp, itu bukan berarti di anggap sbg tasyabbuh [menyerupai agama lain yg di larang]

Yg dilarang adalah yg bertolak blkg dg aqidah islam, apa itu aqidah islam ???*

Jadi sbg muslim kita hrs lbh teliti memahami ini agar tdk menjadi kelompok takfiri, dan tetap mjd rahmat bg semesta.

MasyaAllah, Dalem banget.

Apa itu Aqidah Islam?

Secara bahasa, ‘aqidah berasal dari kata ‘aqada yang berarti mengikat atau mengokohkan. Jadi, aqidah adalah keyakinan yang kuat dan kokoh dalam hati seorang Muslim tentang hal-hal yang bersifat tauhid (keesaan Allah), iman, dan prinsip dasar dalam Islam.

Secara istilah, aqidah Islam adalah keimanan yang teguh dan pasti terhadap Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik maupun buruk, yang bersumber dari dalil-dalil syar’i (al-Qur’an dan Sunnah)

Ciri utama aqidah Islam yang tidak boleh ditawar:

1. Tauhid (mengesakan Allah) – Allah satu-satunya yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Ini inti dari semua aqidah.

2. Tidak menyekutukan Allah (syirik) – mempercayai kekuatan lain sebagai sesembahan atau memiliki kuasa seperti Allah adalah pelanggaran besar.

3. Beriman kepada rukun iman – meyakini dan tidak mengingkari enam rukun iman.

4. Tidak menyembah simbol, makhluk, atau kekuatan selain Allah – meskipun niatnya hanya sebagai perantara, itu tetap bisa tergelincir ke dalam kesyirikan jika tidak hati-hati.

Lalu bagaimana dengan menyerap bahasa atau praktik dari tradisi lain, seperti “Om Shanti” atau “Namaste”?

Selama:

Tidak diyakini sebagai ibadah atau doa penyembahan kepada selain Allah

Tidak digunakan dalam konteks ritual agama lain

Tidak menggantikan syariat Islam atau mengandung unsur kesyirikan

Digunakan dalam konteks budaya, komunikasi, atau vibrasi umum yang bersifat netral

...maka itu tidak termasuk dalam tasyabbuh (menyerupai) yang dilarang. Justru kadang kita bisa mengambil hikmah dari tradisi lain — selama tetap menjaga batas aqidah.

Contoh yang bisa diterima:

Menggunakan musik instrumental etnik dari Tibet untuk relaksasi, atau memakai nada "Om" sebagai getaran tubuh dalam meditasi, asal diniatkan untuk terapi dan tidak diyakini sebagai bagian dari ibadah agama lain, maka itu adalah bagian dari hikmah, bukan penyimpangan.

Imam Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan:

> “Ilmu adalah milik orang mukmin yang hilang. Di mana pun ia menemukannya, maka ia lebih berhak atasnya.”

(HR. Tirmidzi)

Jadi mengambil ilmu dari berbagai sumber itu sah dan boleh—asal tidak bertentangan dengan aqidah Islam.

Selain dari Imam Syafi’i, ada juga beberapa hadits dan atsar yang sejalan dengan prinsip menyerap kebaikan tanpa menyimpang dari aqidah. Berikut beberapa referensi yang relevan:

1. Hadits tentang hikmah sebagai milik orang beriman:

> "Al-ḥikmatu ḍāllatul mu’min, faḥaythu wajadahā fa huwa aḥaqqu bihā."

“Hikmah adalah barang yang hilang milik orang beriman. Di mana pun ia menemukannya, maka dialah yang paling berhak atasnya.”

(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah – dinilai hasan oleh sebagian ulama)

Makna hadits ini menjelaskan bahwa selama sesuatu itu adalah kebaikan, kebenaran, atau manfaat yang tidak bertentangan dengan syariat, maka boleh diambil, meskipun datangnya dari luar Islam.

2. Atsar dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:

> "Unzuru ma qāla wa lā tanzur man qāla."

“Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.”

Ini menunjukkan bahwa kebenaran atau pelajaran berharga bisa datang dari siapa pun, termasuk dari non-Muslim, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.

3. Hadits Nabi tentang belajar dari luar umat Islam dalam hal duniawi:

> Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hendak menggali parit dalam Perang Khandaq, beliau menerima usulan dari Salman Al-Farisi yang terinspirasi dari taktik perang Persia.

Juga ketika hijrah ke Madinah, beliau mengadopsi sistem administrasi dan perdagangan dari bangsa Yahudi, selama tidak bertentangan dengan Islam.

Kesimpulannya:

Islam tidak menutup diri dari pengetahuan atau praktik luar, selama tidak melanggar aqidah, syariat, dan tidak menjurus ke tasyabbuh dalam ibadah. Menyerap kata seperti "Om Shanti" dalam konteks pemahaman atau komunikasi umum (bukan ritual) tidak termasuk pelanggaran aqidah. Apalagi bila niat dan isi hati tetap lurus kepada Allah.

Semoga menjadi pengetahuan yang bermanfaat & membawa banyak kemaslahatan pada sesama.

Posting Komentar